Minggu, Juli 12, 2009

Pendidikan Gratis, Kebocoran Anggaran dan Korupsi

Meski ada kenaikan anggaran pendidikan secara nasional bukan berarti layanan pendidikan menjadi lebih baik. Salah satu faktor yang dianggap dominan adalah faktor korupsi terkait kebocoran anggaran. Berdasarkan hasil pantauan ICW di beberapa daerah ada sekitar 36 kasus korupsi.

Ada sekitar 63 tersangka mulai dari Dirjen di Depdiknas hingga kepala sekolah, pelaku paling banyak adalah kepala dinas pendidikan berjumlah 14 orang, anggota DPRD, bupati, camat masing-masing 1 orang. Kalau dilihat dari pelaku ini berkaitan dengan kewenangan atas kebijakan pendidikan, terutama soal anggaran pendidikan.

Jika dari sisi modus, sebagian besar dilakukan dengan cara menggelapkan anggaran pendidikan (36,1 persen), mark up pengadaan barang dan jasa (36,1 persen), dan manipulasi anggaran (25,0 persen). Sementara terjadinya korupsi banyak terjadi di tingkat kabupaten sebesar 55,6 persen, diikuti tingkat kotamadya sebesar 19,4 persen, provinsi 19,4 persen, dan nasional 5,6 persen. Hal ini bisa dipahami karena kabupaten memiliki lebih banyak jumlah dinas pendidikan dibanding dinas kotamadya/provinsi.

Sementara dari sisi kerugian negara, tingkat kerugian terbesar terjadi di tingkat provinsi dengan kerugian sebesar Rp93,7 miliar. Diikuti kerugian negara tingkat kabupaten sebesar Rp30,7 miliar, tingkat kotamadya sebesar Rp3,5 miliar, dan tingkat Depdiknas sebesar Rp6,3 miliar, sehingga total kerugian negara sebesar 134 miliar. Data tersebut berdasarkan hasil pantauan media dan data dari jaringan ICW di daerah.

Hingga kini, masih terjadi potensi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh birokrasi pendidikan bersama mitra kerjanya terutama DPR dan lain-lain. Ini yang perlu dicermati pada Pilkada Pangkep mendatang. Meski anggaran pendidikan dinaikkan, tetapi kalau struktur, kebijakan, dan komitmennya belum dirubah, maka korupsi pendidikan masih menjadi ancaman potensial yang akan berpengaruh terhadap pencapaian target pendidikan termasuk pendidikan gratis. Meski dana BOS dinaikan dari tahun 2005 hingga 2008, ternyata masih ditemukan pungutan-pungutan di sekolah. Penyebabnya, jika di tingkat sekolah kewenangan kepala sekolah dalam manajeman keuangan yang terlalu tinggi, sementara di tingkat kabupaten pengelolaan keuangan di Dinas Pendidikan dan DPRD juga yang menjadi penyebab bocornya anggaran pendidikan.

Melihat kondisi ini, kalau implementasi anggaran tak melihat akar permasalahan, maka korupsi masih akan menjadi mengancam anggaran pendidikan, sehingga pendidikan gratis tak akan pernah terealisasi meski didukung anggaran yang besar. Jadi kami melihat korupsi merupakan faktor dominan yang menyebabkan sekolah gratis tak akan direalisir. Ini seharusnya menjadi catatan bagi Cabub dan Cawabup Pangkep 2010 mendatang.