Sabtu, Februari 16, 2013

Berburu Caleg atau Celeng di Pangkep?


Pangkep MemilihSepuluh partai politik peserta Pemilu dinyatakan lolos dalam verifikasi administratif dan faktual, 2014. Kini kesepuluh partai politik tersebut mulai sibuk menyusun daftar calon anggota legislatif. Beberapa partai politik bahkan secara terbuka mengundang putra-putri terbaik Kabupaten Pangkep menjadi calon anggota legislative (DPRD). Mungkinkah kualitas parlemen di Pangkep akan menjadi lebih baik?
Pada umumnya partai politik juga membuka diri dengan memberi jatah orang luar nonkader sebagai calon anggota legislatif.
Yang menjadi persoalan, mekanisme internal ini tidak sepenuhnya berjalan di lapangan. Hak istimewa ketua umum atau segelintir pemimpin partai politik sebagai pemutus akhir acap kali mengecewakan kader partai politik sendiri.
Di sisi lain, sistem kaderisasi yang semestinya menjadi kerja rutin partai politik tidak berjalan di sebagian besar partai politik. Akibatnya, partai politik sering kali terperangkap mencalonkan mereka yang memenuhi tiga kategori, yakni memiliki hubungan nepotis dengan pimpinan partai politik, populer secara publik, dan mempunyai modal finansial yang cukup.
Dampak melembaganya oligarki partai politik adalah tidak adanya standar kompetensi dalam perekrutan calon anggota legislatif. Sistem proporsional daftar terbuka dengan mekanisme suara terbanyak justru cenderung semakin memperburuk kualitas para legislator. Hal ini tecermin dalam rapat-rapat komisi DPRD yang hanya diramaikan oleh beberapa gelintir anggota. Sebagian besar anggota lainnya cenderung diam alias tidak bersuara selama lima tahun menjadi anggota DPRD.
Menurut tracking media yang dilakukan di Pangkep, hanya 10-15 persen anggota DPR yang aktif bersuara dan didengar. Implikasinya, produktivitas legislasi DPRD umumnya di bawah 40 persen dari target tahunan, sedangkan kualitasnya sering digugat berbagai kalangan melalui uji materi.
Kecenderungan kerja instan yang sama dilakukan partai politik dalam relasi dengan konstituen di daerah pemilihan. Kerja partai politik secara institusi untuk merawat dukungan konstituen di daerah pemilihan amat minim dilakukan. Hanya sebagian kecil anggota DPR yang secara individu benar-benar rajin merawat dukungan mereka di daerah pemilihan.
Kesediaan partai politik membuka diri bagi orang luar nonpartai politik untuk menjadi calon anggota legislatif di satu pihak mungkin dapat dipandang sebagai ”berita baik”.
Namun, di pihak lain, pemberian kesempatan bagi publik menjadi calon anggota legislatif tersebut sekaligus juga merupakan berita buruk bagi perkembangan demokrasi bangsa kita atas dasar beberapa argumen.
Pertama, undangan terbuka bagi orang luar nonkader sebagai calon anggota legislatif dapat dipandang sebagai pengakuan tidak langsung kalangan partai politik atas kegagalan mereka dalam memproduksi calon anggota legislatif yang kompeten untuk pemilu mendatang.
Kedua, karena proses perekrutan bersifat instan, tidak ada jaminan bahwa calon anggota legislatif nonkader lebih kompeten dan berintegritas dibandingkan calon anggota legislatif dari kalangan internal partai politik.
Ketiga, proses politik instan cenderung menghasilkan komitmen dan tanggung jawab yang serba instan pula sehingga agak sulit membayangkan hal itu berdampak positif bagi peningkatan kualitas kinerja para legislator khususnya dan kualitas lembaga-lembaga perwakilan rakyat pada umumnya. Fenomena ini sering terjadi di daerah kepulauan.
Karena itu, semangat berburu calon anggota legislatif yang dilakukan partai politik mengingatkan kita pada lukisan Djokopekik yang menggambarkan momen jatuhnya Soeharto pada 1998. Lukisan cat minyak yang dahsyat itu berjudul ”Indonesia 1998, Berburu Celeng”.
Semoga saja partai-partai politik kita di Pangkep tidak salah berburu sehingga benar-benar memperoleh calon anggota legislatif yang menjanjikan, bukan ”Celeng”, yakni mereka yang akhirnya mengkhianati diri sendiri dan rakyat yang diwakilinya. [*]

0 komentar: