Pangkep Memilih - Sepuluh partai politik peserta Pemilu dinyatakan lolos dalam verifikasi administratif dan faktual, 2014. Kini kesepuluh partai politik tersebut mulai sibuk menyusun daftar calon anggota legislatif. Beberapa partai politik bahkan secara terbuka mengundang putra-putri terbaik Kabupaten Pangkep menjadi calon anggota legislative (DPRD). Mungkinkah kualitas parlemen di Pangkep akan menjadi lebih baik?
Pada umumnya partai politik juga membuka diri dengan memberi
jatah orang luar nonkader sebagai calon anggota legislatif.
Yang menjadi persoalan, mekanisme internal ini tidak sepenuhnya
berjalan di lapangan. Hak istimewa ketua umum atau segelintir pemimpin partai
politik sebagai pemutus akhir acap kali mengecewakan kader partai politik
sendiri.
Di sisi lain, sistem kaderisasi yang semestinya menjadi kerja
rutin partai politik tidak berjalan di sebagian besar partai politik.
Akibatnya, partai politik sering kali terperangkap mencalonkan mereka yang
memenuhi tiga kategori, yakni memiliki hubungan nepotis dengan pimpinan partai
politik, populer secara publik, dan mempunyai modal finansial yang cukup.
Dampak melembaganya oligarki partai politik adalah tidak adanya
standar kompetensi dalam perekrutan calon anggota legislatif. Sistem
proporsional daftar terbuka dengan mekanisme suara terbanyak justru cenderung
semakin memperburuk kualitas para legislator. Hal ini tecermin dalam
rapat-rapat komisi DPRD yang hanya diramaikan oleh beberapa gelintir anggota.
Sebagian besar anggota lainnya cenderung diam alias tidak bersuara selama lima
tahun menjadi anggota DPRD.
Menurut tracking media yang dilakukan di Pangkep, hanya 10-15
persen anggota DPR yang aktif bersuara dan didengar. Implikasinya,
produktivitas legislasi DPRD umumnya di bawah 40 persen dari target tahunan,
sedangkan kualitasnya sering digugat berbagai kalangan melalui uji materi.
Kecenderungan kerja instan yang sama dilakukan partai politik
dalam relasi dengan konstituen di daerah pemilihan. Kerja partai politik secara
institusi untuk merawat dukungan konstituen di daerah pemilihan amat minim
dilakukan. Hanya sebagian kecil anggota DPR yang secara individu benar-benar
rajin merawat dukungan mereka di daerah pemilihan.
Kesediaan partai politik membuka diri bagi orang luar nonpartai
politik untuk menjadi calon anggota legislatif di satu pihak mungkin dapat
dipandang sebagai ”berita baik”.
Namun, di pihak lain, pemberian kesempatan bagi publik menjadi
calon anggota legislatif tersebut sekaligus juga merupakan berita buruk bagi
perkembangan demokrasi bangsa kita atas dasar beberapa argumen.
Pertama, undangan terbuka bagi orang luar nonkader sebagai calon
anggota legislatif dapat dipandang sebagai pengakuan tidak langsung kalangan
partai politik atas kegagalan mereka dalam memproduksi calon anggota legislatif
yang kompeten untuk pemilu mendatang.
Kedua, karena proses perekrutan bersifat instan, tidak ada
jaminan bahwa calon anggota legislatif nonkader lebih kompeten dan
berintegritas dibandingkan calon anggota legislatif dari kalangan internal
partai politik.
Ketiga, proses politik instan cenderung menghasilkan komitmen
dan tanggung jawab yang serba instan pula sehingga agak sulit membayangkan hal
itu berdampak positif bagi peningkatan kualitas kinerja para legislator
khususnya dan kualitas lembaga-lembaga perwakilan rakyat pada umumnya. Fenomena
ini sering terjadi di daerah kepulauan.
Karena itu, semangat berburu calon anggota legislatif yang
dilakukan partai politik mengingatkan kita pada lukisan Djokopekik yang
menggambarkan momen jatuhnya Soeharto pada 1998. Lukisan cat minyak yang
dahsyat itu berjudul ”Indonesia 1998, Berburu Celeng”.
Semoga saja partai-partai politik kita di Pangkep tidak salah
berburu sehingga benar-benar memperoleh calon anggota legislatif yang
menjanjikan, bukan ”Celeng”, yakni mereka yang akhirnya mengkhianati diri
sendiri dan rakyat yang diwakilinya. [*]
0 komentar:
Posting Komentar